05 Januari 2008

FORMAT SKENARIO



Format skenario itu seperti apa, sih? Pasti bingung, ya! Memang beda-beda, kok. Untuk yang satu dan setengah jam, jelas beda. Coba aja pelototin. Pasti beda. Belum lagi yang telesinema seperti FTV (film televisi) atau telesinema (televisi sinema – format layar lebar yang di televisikan).

IKLAN
Dalam konsep industri seperti sekarang, di mana kita disodorkan fenomena para praktisi TV bisa dengan mudah meloncat dari satu TV ke TV tetangga, bahkan pergantian menejer serta direktur sudah hal biasa, tayanan sebuah sinetron nggak bisa lepas dari iklan. No iklan, ya no money. No money, ya no rating. No rating, ambruklah TV itu. Ujung-ujungnya memang duit. Dari rating yang sudah dibakukan oleh AC Nielsen (lembaga terpandang made in USA), akan kelihatan kalau sinetron itu bisa menguntungkan atau nggak, karena disukai dan ditonton pemirsa.

Apa kontribusi penulis skenario? Ya, jelas ada. Penting banget. Penulislah yang tahu banget, kapan sebuah adegan dipotong dan digantikan dengan iklan (commercial break), sehingga pemirsa “kesal” dan “kecewa”, lalu tetep stay tune di TV itu, karena nggak mau ketinggalan kelanjutan dari adegan yang terpotong iklan itu. Kalau si pemirsa memindahkan chanel lewat remote controle ke TV lain, celakalah program itu! Biasanya bagian yang dipotong iklan ini disebut cliff hanger (adegan yang dibiarkan menggantung).

BABAK
Sinetron bedurasi 30 menit (kadang bersihnya bisa 22 menit kalau standar, tapi kalau iklannya penuh bisa cuma 18 menit) format skenarionya terbagi 3 babak (act). Masing-masing babak (act) bisa terdiri dari kisar 4 sampai 6 scene (adegan). Kalau ditotal bisa berjumlah sekitar 12 - 18 scene/adegan. Tayangan iklannya ada 3 kali plus 1 kali setelah opening di awal cerita (bisa setelah credite title; nama-nama pemain dan crew produksi). Jumlah halamannya antara 16 – 25 halaman. Idealnya berkisar 20 halaman. Durasi ini biasanya cocok untuk Serial TV seperti “LUV” (RCTI), “Saras 008” (IVM) atau komedi situasi.

Durasi 60 menit sebetulnya isi ceritanya bisa saja 48 – 42 menit. Malah ada yang cuma 38 menit, karena iklannya penuh. Biasanya ini terjadi pada sinetron yang sangat digemari pemirsa dengan episode panjang. Di kita ada “Tersanjung” (IVM) dan “Si Doel Anak Sekolahan” (RCTI). , serta yang akan menyusul “da Apa dengan Cinta” (RCTI), yang sudah ikontrak RCTI sebanyak 1004 episode. Ngggak menutup kemungkinan lho, jika pemirsa remaja suka, episodenya akan diperpanjang.

Skenario 1 jam terdiri dari 5 babak (act). Setiap babaknya terdiri dari 6 – 8 scene/adegan. Kalau ditotal 30 – 40 scene/adegan. Untuk durasi 1 jam ini, kita mesti pandai-pandai membentuk plot/struktur cerita, konflik, misteri, percintaan, drama, persahabatan, komedi, tragedi, dan kejahatan menjadi satu tayangan yang menarik. Kadangkala kehidupan masa lalu para tokoh juga bisa menjadi bumbu-bumbu penyedap untuk dituangkan di skenario. Kalau telesinema bisa mencapai 9 babak/act. Durasinya mencapai 90 menit plus iklan. Isi ceritanya sih bisa 70 menitan.
Sering kita lihat di opera sabun import seperti Betty La Fea (RCTI), Melrose Place (SCTV), setiap tokohnya selalu punya alur cerita sendiri. Bayangkan, jika ada 10 okokh, berarti ada 10 cerita. Tapi kita sbagai penonton nggak bingung, karena penulis skenario denan piawainya menganyam plot-plot itu jadi sebuah jaring cerita, yang enak ditonton. Plot-plot para tokoh itu nggak pada lari sendiri, tapi justru bermuara pada benang merah atau cerita besarnya. Kalau yang setengah jam, sebaiknya jangan terlalu banyak tokohnya. Syukur-syukur cuma ada double plot. Untuk single plot, jangan dicoba, deh. ‘Ntar episodenya pendek dan pemirsa cepat bosan. Telesinema mungkin cukup sinle plot, karena hanya 1 episode saja langsung selesai. Focuskan saja konflik ceritanya kepada si tokoh utama.

Biasanya ini disebut multi plot/multi story. Di sinilah kekuatan sinertron seri berdurasi 1 jam. Semakin banyak tokohnya, maka semakin panjang harapan episodenya. Untuk “Ada Apa dengan Cinta” versi serial TV-nya, tanpa ragu-ragu RCTI mengontraknya untuk 2 tahun (104 episode), karena versi layar lebarnya sukses berat.

TEKNIK
Dalam menulis skenario, ada prosedur atau kebiasaan standar yang sudah lazim dilakukan. Biasnaya mengggunakan kertas ukuran A4 dan 1 spasi. Marjin sisi kanannya diberi ruang (sekitar 5 centimeter) untuk coretan-coretan si sutradara. Untuk dialog sebaiknya diletakkan di tengah. Penulisan scene, nama tokoh, menggunakan huruf kapital, sedangkan dialog dan deskripsi dengan hurup kecil.

Contoh yang standar seperti ini:

01. INT. RUMAH JOE, RUANG TENGAH – MALAM – H1
Pemain: Joe, ayah Joe, ibu Joe

ESTABLISHING SHOT: Rumah Joe di sebuah perumahan menengah. Berukuran sedang. Ada mobil sedan di garasi.

Joe dengan gembira melintasi ruang tengah. Dia sudah siap hendak keluar rumah. Dia masih bersiul-siul lagu Melly tadi. Ayah-ibunya ada di sana. Ayahnya membaca koran sore dan ibunya asyik nonton TV.

(Catatan penulis: Cara bicara Joe juga seperti kebanyakan cowok normal. Ayah-ibunya tetap mengira dia pria sejati!)

Joe:
Daaah, Mama! Papa Joe!
Joe mau birthday party dulu!

Ayah Joe yang sedang baca koran mendongak.

Ibu Joe:
Pulangnya jangan malam-malam, Joe!

Ayah Joe:
(Tegas) Joe! Ingat, target kamu!
Bulan depan ada seleksi buat ke Bangkok!
Papa mau kamu ikut!

Joe yang tadinya gembira berubah tegang. Joe berhenti. Dia melihat ke ayahnya. Mamanya menatap ayahnya dengan kesal.

***

Kalau melihat penulisan skenario seperti itu, ada yagn perlu kamu-kamu pahami, ya. Misalnya, penulisan nomor 01, menunjukan nomor scene/adegan. Berarti akan ada nomor 02, 03, dst…

Penulisan INT. (interior) menunjukan adegan yang berlangsung di dalam ruaangan (rumah). Kebalikannya EXT.(exterior – di luar ruangan).

RUMAH JOE mejelaskan lokasi adegan itu berlangsung secara keseluruhan. Ini diperjelas dengan pengambilan gambar ESTABLISHING SHOT. Sedangkan RUANG TENGAH dalah bagian dari lokasi kejadian, yang sedang berlangsung di dalam rumah Joe tadi.

MALAM menunjukan soal waktu dan HARI 1 memperjelas, bahwa scene ini artinya dimulai pada hari pertama. Ini akan ada kaitannya dengan kesinambungan (continuity) kostum, property (handprop-nya seperti jam tangan, topi, serta sepatu), agar terhindar dari kerancuan pemakaian kostum dan (hand) property yagn itu-itu saja. Begitu juga dengan HARI 2, HARI 3, dst…

Penulisan PEMAIN di setiap scene akan membantu sutradara dan asisten sutradara dalam menentukan ada berapa jumlah pemain di scene ini selain tokoh utama (Joe), yaitu ayah dan ibunya. Bisa saja pada saat produksi, si sutradara memasukkan figuran, yaitu pembantu rumah. Bahkan jangan kaget saat kita menontonnya, adegan dimulai denan seorang pembantu rumah yang sedang menyuguhkan minuman dan makanan kecil pada ayah-ibu Joe!

Nah, bagaimana?
Udah gregetan mau nyoba bikin?
Ayo, siapa takut!

***