19 Juli 2008

Dedicated to Cincha Lowra



"Ujyan-Ujyan, Beycek, ka ada Oyjeck...."

Pasti anda kenal siapa yang 'punya' kata-kata itu. Yap. Benar Cinta Laura.
Cinta Laura adalah bintang sinetron kelahiran Quakenbruck, Jerman, 17 Agustus 1993. Cinta Laura yang mempunyai nama lengkap Cinta Laura Kiehl ini memulai kariernya di dunia hiburan Indonesia sebagai finalis Top Model 2006. Salah seorang juri ajang pemilihan tersebut adalah Sanjay Maulani, seorang casting director di MD Entertainment. Cinta pun langsung ditawari main sinetron. Putri dari pasangan Michael Kiehl dan Herdiana, SH ini akhirnya menerima tawaran untuk menjadi bintang utama dalam sinetron CINDERELLA (Apakah Cinta Hanyalah Mimpi?) produksi MD Entertainment.

Uniknya, empat bulan pertama, Cinta bukannya syuting, melainkan mendapat kursus bahasa Indonesia, plus latihan akting. Maklumlah Cinta memang besar di berbagai negara, mengikuti tempat tugas ayahnya sebagai General Manager Hotel Grand Hyatt. Sinetron CINDERELLA-lah yang mengenalkan Cinta ke masyarakat Indonesia. Sampai akhirnya Cinta mendapatkan penghargaan SCTV Awards dengan kategori Aktris Ngetop pada tahun 2007. Dalam ajang itu ia mengalahkan para pesaingnya antara lain Marshanda, Shireen Sungkar, dan Nia Ramadhani.

Cinta yang memiliki tinggi 170 cm dan berat 44 kg ini juga disibukkan dengan kegiatan mengajar bahasa Inggris kepada anak-anak kurang mampu (kapanlagi.com).

Tapi taukah anda, wabah Cincha sudah sedemikian "menyebar? Gambar-gambar dibawah yang saya ambil di ketawa.com ini buktinya:
Check this out!!!


















10 Juli 2008

COBLOS CINTA

Dikisahkan, di Fakultas Ekonomi sebuah Universitas, sedang diadakan Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemilwa) untuk memilih Presiden BEM Fakultas. Bella berhasil mencalonkan diri menjadi calon ketua BEM kampusnya. Ia pun meminta bantuan tim suksesnya: Putri, Icha, Sasha, dan Heidy. Saingan Bella, Aldi, bakal jadi saingan yang berat. Ganteng, pinter, dan jago merebut hati anak-anak, Aldi juga akan didukung oleh tim suksesnya: Ferry dan Dimas.

Kampanye Aldi berhasil merebut hati anak-anak kampus dengan cara yang memang agak ”nakal”, tapi toh efektif. Sementara kampanye Bella terlalu lurus sehingga membosankan. Setelah disadarkan oleh tim-nya, Bella mengubah strateginya dan mulai melakukan politik yang sebenar-benarnya. Langkah itu berhasil, dan Bella mulai mengejar ketertinggalannya.



Tapi, pelan-pelan Bella justru merasa semakin dekat dan tertarik kepada Aldi. Aldi ternyata merasakan hal yang sama. Dan di satu malam, Aldi pun nyaris mencium Bella....

Kejadian tersebut terpotret oleh Anto, mahasiswa pengelola tabloid kampus, yang gemar mencari sensasi. Pacar Bella, Rhino, marah besar. Tim sukses Bella pun berantakan, karena ternyata Icha selama ini memendam perasaan suka pada Aldi.

Siapakah yang akan memenangkan pemilwa? Bagaimana nasib hubungan Rhino dan Bella? Apakah Aldi akhirnya bisa bersama Bella? Bagaimana juga dengan Icha? Semua itu akan terjawab di pesta pengumuman ketua BEM yang baru.

Sebuah komedi yang bertaburan bintang!

Tapi kubilang, ini adalah film yang digarap "tanggung". Entahlah,... ini subjektif-ku.
Secara pribadi aku menemukan sesuatu yang,... Gini, di beberapa scene, aku lihat adegan-adegan penting yang harusnya diberi penekanan lebih, tapi disajikan 'biasa aja'. Trus lagi, merujuk pada kejadian Pemilwa (Pemilihan Umum Mahasiswa) di kampusku, selain calon independen (kaya si Bella dan Aldi) selalu ada calon yang dari partai kampus. Nah, di Film ini nggak ada. Face-to-face Fighting Bella dan Aldi dalam memperebutkan kursi Persiden BEM juga menurutku terlalu dipaksakan. Apa iya, Aldi dan Bella adalah dua "amunisi" terbaik yang boleh memperebutkan kursi tertinggi mahasiswa di Fakultas mereka? Kok keseharian mereka kaya gitu? nggak real getho,... ^_^

Mungkin ini "evaluasi" terakhir dariku. Setahuku, di manapun, dengan sistem apapun, yang namanya pemenang Pemilihan Umum itu kan hasilnya dicapai dengan ditandai oleh perolehan suara mayoritas (cieee,... sok politikus), lha di Film ini koq, pengumuman hasil Pemilwa diumumkan macam pengumuman pemenang Award.

Pie Jal?

05 Juli 2008

TIPS untuk HIDUP BAHAGIA

tips2nya bagi yg membutuhkan :

1. KETIKA AKAN MENIKAH
Janganlah mencari isteri, tapi carilah ibu bagi anak-anak kita Jangan lah mencari suami, tapi carilah ayah bagi anak-anak kita.

2. KETIKA MELAMAR
Anda bukan sedang meminta kepada orangtua/wali si gadis, tetapi meminta kepada TUHAN melalui orang tua/wali sigadis.


3. KETIKA AKAD NIKAH
Anda berdua bukan menikah di hadapan negara, tetapi menikah di hadapan TUHAN

4. KETIKA RESEPSI PERNIKAHAN
Catat dan hitung semua tamu yang datang untuk mendoakan anda, karena anda harus berfikir untuk mengundang mereka semua dan meminta maaf apabila anda berfikir untuk BERCERAI karena menyia-nyiakan doa mereka.

5. SEJAK MALAM PERTAMA
Bersyukur dan bersabarlah. Anda adalah sepasang anak manusia dan bukan sepasang malaikat.!

6. SELAMA MENEMPUH HIDUP BERKELUARGA
Sadarilah bahwa jalan yang akan dilalui tidak melalui jalan bertabur bunga, tetapi juga semak belukar yg penuh onak dan duri.

7. KETIKA BIDUK RUMAH TANGGA OLENG
Jangan saling berlepas tangan, tapi sebaliknya justru semakin erat berpegang tangan


8. KETIKA BELUM MEMILIKI ANAK.
Cintailah isteri atau suami anda 100%


9. KETIKA TELAH MEMIKI ANAK.
Jangan bagi cinta anda kepada (suami) isteri dan anak anda, tetapi cintailah isteri atau suami anda100% dan
cintai anak-anak anda masing-masing 100%.



10.KETIKA EKONOMI KELUARGA BELUM MEMBAIK.
Yakinlah bahwa pintu rezeki / berkat akan terbuka lebar berbanding lurus dengan tingkat ketaatan suami dan isteri

11.KETIKA EKONOMI MEMBAIK
Jangan lupa akan jasa pasangan hidup yang setia mendampingi kita semasa menderita

12.KETIKA ANDA ADALAH SUAMI
Boleh bermanja-manja kepada isteri tetapi jangan lupa untuk bangkit secara bertanggung jawab apabila isteri membutuhkan pertolonganAnda.

13.KETIKA ANDA ADALAH ISTERI
Tetaplah berjalan dengan gemulai dan lemah lembut, tetapi selalu berhasil menyelesaikan semua pekerjaan.

14.KETIKA MENDIDIK ANAK
Jangan pernah berpikir bahwa orang tua yang baik adalah orang tua yang tidak pernah marah kepada anak, karena orang tua yang baik adalah orang tua yang jujur kepada anak ..

15.KETIKA ANAK BERMASALAH
Yakinilah bahwa tidak ada seorang anakpun yang tidak mau bekerjasama dengan orangtua, yang ada adalah anak yang merasa tidak didengar oleh orang tuanya.

16.KETIKA ADA P I L.
Jangan diminum, cukuplah suami sebagai obat.

17.KETIKA ADA W I L
Jangan dituruti, cukuplah isteri sebagai pelabuhan hati.

18.KETIKA MEMILIH POTRET KELUARGA
Pilihlah potret keluarga sekolah yang berada dalam proses pertumbuhan menuju potret keluarga bahagia.

19.KETIKA INGIN LANGGENG DAN HARMONIS
Gunakanlah formula 7 K
1 Ketakwaan
2 Kasih sayang
3 Kesetiaan
4 Komunikasi dialogis
5 Keterbukaan
6 Kejujuran
7 Kesabaran
Semoga bermanfaat…buatku n buat kita semuanya yahhh....... ...


Say NO to Puyer!


Apa aja sih risiko pemberian puyer itu :


1. Menurunnya kestabilan obat

kenapa?
karena obat-obatan yang dicampur tersebut punya kemungkinan berinteraksi satu sama lain.

2. Bisa jadi obatnya sudah rusak sebelum mencapai sasaran krn proses penggerusan
Ada obat yang sedemikian rupa dibuat, karena obat tersebut akan hancur oleh asam lambung. Karena misalnya, obat itu ditujukan untuk infeksi saluran pernapasan atas, maka obat tersebut harus dibuat sehingga terlindung dari asam lambung. Nah, kalo digerus jadi puyer,
ya obat itu akan segera hancur kena asam lambung. Lebih buruk, obat itu bisa jadi malah akan melukailambung.

3. Dosis yang berlebihan
Dokter kan nggak mungkin apal sama setiap merek obat. Jadi akan ada kemungkinan dokter meresepkan 2 merek obat yang berbeda, namun kandungan aktifnya sama.

4. Sulitnya mendeteksi obat mana yang menimbulkan efek samping
karena berbagai obat digerus jadi satu (Prof Rianto menyebutkan, ada dokter yang meresepkan sampai 57 obat dalam 1 puyer!!!), dan terjadi reaksi efek samping terhadap pasien, akan sulit untuk melacak obat mana yang menimbulkan reaksi, lha wong obatnya dicampur semua...

5. Kesalahan dalam peracikan obat
Bisa jadi tulisan dokter bisa jadi nggak kebaca sama apoteker, sehingga bisa membuat salah peracikan (Prof Rianto mencontohkan pasien asma diberi obat diabetes karena apoteker salah baca tulisan dokter. Alhasil pasien seketika pingsan, dan saat sadar, fungsi otaknya sudah tidak bisa kembali seperti semula)
hiiiiiy,...

6. Pembuatan puyer dengan cara digerus atau diblender, sehingga akan ada sisa obat yg menempel di alatnya. Berarti, puyer yang diberikan ke pasien, dosisnya sudah berubah
jadi.. kalo yang diresepin itu AB, tetep akan ada kemungkinan resistensi dong ya, kan dosisnya udah di bawah dari yang diresepin dokter?

7. Proses pembuatan obat itu kan harus steril
, istilahnya harus dibuat dalam ruangan yang jumlah kumannya sudah disterilkan (istilah kerennya sterile room)
lha waktu proses pembuatan puyer di apotek...
hmmm di dalem sterile room kah?
Apotekernya pake sarung tangan kah?
Sisa obat lain yang sebelumnya digerus, sudah dibersihkan dengan benarkah?
Kalo itu semua jawabannya tidak (atau salah satu aja jawabannya tidak), it means: obat yang digerus sudah tercemar.
Yang paling mengerikan : ada obat yang sengaja dibuat slow release, artinya dalam 1 tablet yang diminum, itu akan larut sedikit demi sedikit di dalam tubuh. Kalo sudah digerus jadi puyer, obat itu akan seketika larut. Kebayang kan , berarti akan ada efek dumping...
mampukah tubuh kita menahan efek itu?
Sementara, yang biasa dikasih puyer kan bayi dan anak-anak...
mampukah tubuh kecil mereka menahan efek ini..??

Lebih terhenyak lagi, saat Dr. Moh Shahjahan dari WHO menceritakan bawa untuk Asian Region,
cuma Indonesia yang masih pake puyer.
Even Bangladesh yang miskin itu, sudah lama meninggalkan puyer, karena dinilai terlalu banyak risks nya ketimbang benefitnya.
Sayang, dari seminar tersebut, para dokter sendiri masih pro dan kontra mengenai puyer. Kebanyakan yang pro puyer, hanya menyoroti soal murah dan mudah (kan pasien kecil susah minum obat)
... tapi kalo sudah membahayakan jiwa...
masihkah bisa berlindung di balik alasan2 tersebut??

So far, yang bisa dilakukan hanyalah menyadari konsumen yang bijak. Bukan dokter yang akan menanggung efek sampingnya.. .tapi anak-anak kita.. jadi bijaklah dalam memutuskan apapun yang harus diminum oleh anak...

dr. Purnamawati menyarankan:
1. tanya diagnosa dalam bahasa medis, setiap kali kita berkunjung ke dokter (ternyata radang tenggorokan itu bukan diagnosa, tapi gejala... hiks...)
2. Tiap kali diberi obat (atau resep) tanyakan nama obatnya, kegunaan obat tersebut, dan efek sampingnya. Usahakan, sebelum ditebus, browsing dulu di internet, supaya kita benar2 tahu apa kandungan aktif dari obat tersebut dan apa efek sampingnya. Selama kita masih bisa ke dokter, dan dokter masih sempet nulis resep, artinya keadaan belum emergency. Jadi sempatkan untuk browsing dan/atau cari 2nd opinion.

Kalo keadaan emergency, pasti dokter gak akan nulis resep, tapi akan segera merujuk ke RS kan?
Soal obat, aku punya pengalaman, dikasih obat penahan rasa sakit sama dokter (saat itu aku menderita abses peritonsillar di dokter ke 3 baru berhasil dapetin diagnosa ini, 2 dokter sebelumnya cuma bilang radang tenggorokan), yang ternyata efek sampingnya: penurunan kesadaran, halusinasi, pendarahan lambung...
:(
Jadi, ndak usah ditebus aja lah.... masih bisa kok nahan sakit sebentar lagi




05 Januari 2008

DRAMATIK SEBUAH SKENARIO? BAGAIMANA BIKINYA?

Kalau kita menonton sebuah sinetron atau film layar lebar, kadang kita suka terbawa tegang atau berharap-harap cemas, bagaimana kelanjutannya? Coba aja nonton film layar lebar “Scream 1” dan sekuelnya.


Pasti jantung kita akan dipacu! Deg-degan juga. Gambar demi gambar disajikan secara berurutan. Ekspresi wajah si pembunuh yang sadis saat menghujamkan pisaunya! Para korban yang meregang nyawa! Semuanya begitu rapih dan terorganisir! Kok, bisa?

DETIL
Iya, ya. Kok, bisa-bisanya begitu, ya! Lihat saja, gambar-gambar berpindah dengan cepat. Dari langkah kaki pembunuh yang mengendap-endap, lalu ke tangannya, ke pisaunya, berpindah ke wajah calon korban yang ketakutan, ke tangannya yang gemetar, terus hanya gambar lorong-lorong yang sepi dengan suara jantung si calon korban yang berdegup kencang atau desah napasnya yang ketakutan, lalu berpindah lagi ke sorot mata si pembunuh yang tajam dan dingin, ke gerak bibirnya yang bengis. Pokoknya, bikin kita nggak bisa beranjak dari kursi! Belum lagi diisi dengan ilustrasi musik yang juga makin menambah ketegangan.

Itu di jenis-jenis film horor! Yang drama keluarga juga bisa seperti itu! Lihat saja sinetron-sinetron itu. Orang tua (terutama ibu) serta para pembantu, dibikin bercucuran air matanya. Dibuat panas-digin menunggu kapan sepasang kekasih itu berakhir happy di kursi pengantin.

Di situlah kita baru “ngeh”, bahwa kekuatan awal memagn di skenario. Ibaratnya itu adalah blue printnya. Sutradara akan sangat terbantu dengan adanya skenario yang baik. Terutama sebuah skenario yang unsur dramatiknya kuat, dimana di dalamnya terkandung banyak kondisi emosional intelektual para tokohnya, seperti rasa sedih, kaget, isak tangis, perasaan cemas, tegang, rasa bangga, dan bahagia. Ini semua harus dengan detil digambarkan di skenario, supaya sutradara bisa menterjemahkannya lewat bahasa gambar. Contoh skenarionya bisa saja seperti ini:

01. INT. SEBUAH RUMAH, KAMAR/RUANG KELUARGA – MALAM – H1
Pemain: Kkorban

Establishing shot: Sebuah rumah di pinggiran kota. Saat hujan lebat. Lampu penerangan byar-pet.

Di dalam rumah. Di kamar atau ruang keluarga. Korban yang baru saja selesai sholat tampak sangat cemas, ketika menyadari lampu penerangan gelap.

SFX:
Suara hujan, angin, dan petir….

Si Korban beregas bangkit, meraba-raba menuju jendela dan menutupnya rapat-rapat. Lalu merayap-rayap mencari korek api dan lilin di laci meja.

SFX:
BRAAAK, bunyi pintu yang tertutup karena angin.

INSERT: Pintu antara ruang keluarga dan dapur tertutup dengan keras, karena angin dari arah luar.

Si Korban berteriak kaget. Lilin yang sudah dinyalakanya terjatuh.

CUT TO

02. EXT. SEBUAH RUMAH, HALAMAN – MALAM – H1
Pemain: Pembunuh

Di halaman, sepasang kaki bersepatu boot menginjak halaman berumput yang basah tersiram hujan. Sepasang kaki itu terus melangkah menuju samping rumah. Ujung jas hujannya menutupi kakinya sampai ke betis. Tangannya memegang pisau yang biasa dipakai untuk memotong ternak. Sorot matanya tajam dan dingin.

Kini tubuh yang dibalut jas hujan denan penutup kepala, yang melindungi sebagan wajahnya, terus berjalan menuju pintu dapur. Dengan ujung gagang pisau, sekali pukul, kaca itu pecah!

SFX:
Suara kaca pecah.

CUT TO

03. INT. SEBUAH RUMAH, KAMAR/RUAGN KELUARGA – MALAM – H1
Pemain: Korban

Wajah korban yang masih bermukena makin cemas. Dia memasang pendengarannya baik. Korek api yang tadinya menyala langsung ditiupnya. Cahaya pun kembali gelap. Dalam kegelapan samar-samaaar terlihat bibir si korban bergerak-gerak berdzikir.

Korban:
(Berdzikir) Siubhanallah, subhanallah, subhanallah…..

Dan seterusnya….

Dari penggalan skenario di atas, sutradara berusaha menuangkannya dalam bentuk-bentuk shot (angle kamera). Dia pasti akan menggali semua kemampuannya, agar adegan di atas ini bisa membuat jantung penonton berdegup kencang. Bisa jadi akan banyak penambahan dari interpretasi si sutradara. Itu sah-sah saja sepanjang tidak merubah maksud dan isi adegan itu. Biasanya sebelum sutradara mengeksekusi skenario tersebut ke dalam shot-shot kameranya, selalu ada pertemuan bedah skenario. Produser, sutradara, penulis, dan tim produksi lainnya (asisten sutradara, penata artistik, kostum, dll) berkumpul membicarakan skenario dari aspek produksinya. Di sanalah mereka saling melempar pendapat, memberi masukan, kritikan, dan apa saja yang tujuannya memperbaiki skenario. Tentu semuanya disesuaikan dengan situasi dan kondisi, baik itu biaya, kondisi cuaca di lapangan artau lokasi, serta jadwal pemain yang padat. Dari hasil bedah skenario itu biasanya akan menghasilkan kesepakatan, bahwa ada penambahan atau pengurangan skenario. Penulis pun merevisi skenario yang ditulisnya.

SIMBOL
Kalau kita perhatikan sinetron di TV, kadang kita suka menemukan simbol-simbol dari benda-benda (kendaraan, tas, pisau, jam dinding, patung), asesoris yang dipakai para tokoh/pemain (kalung, cincin, anting, sabuk), warna-warna (merah, hitam, putih), lokasi atau tempat (stasiun kereta api, tempat pembuangan sampah, mesjid, Borobudur, sungai, kuburan), dan bunyi-bunyian (lonceng di tengah malam, bunyi kelintingan tukang pijat, klakson kereta dan kapal, giring-giring, bunyi terompet), serta bentuk phisik para tokoh (si bongkok, si pincang, si picak, si muka codet). Dalam wilayah drama lambang-lambang ini bisa juga disebut metaphora.
Sebagai penulis skenario kita sudah harus mahir menampilkan lambang, simbol, atau metaphora ini. Caranya beragam. Pertama, bisa dengan cara pengulangan. Misalnya, si tokoh utama kita tampilkan selalu menggunakan pakaian yang sopan dan peci/kopiah. Kalau kkta perhatikan tokoh “Jaka” dalam sinetron “Jalan Lain Ke Sana” (SCTV) yang berpakaian celana pantalon, kemeja sederhana, serta kopiah atau “Al Bahri” dalam mini seri “Al Bahri (Aku Datang dari Lautan)” (Indika – TV7) yang memakai pakaian, kopiah, gamis serta ransel tentara, secara sepintas sudah terbangun karakter kedua tokoh itu lewat simbol-simbol kebendaan di sekitarnya. Lewat pakaian yang dikenakannya. Kopiah di kepala mereka. Jika itu terus dsitampilkan berulang-ulang secara konsisten, jangan heran kalau suatu saat pakaian mereka akan menjadi trend di kalangan pemirsa muda. Sudah banyak terjadi ‘kan, bagimana pemirsa muda kita meniru potongan rambut. Kalau untuk “bad character”nya, bisa dimunculkan dengan seoragn tokoh yang suka membawa-bawa pisau lipat atau tato. Berkat pengulangan itu, maka para tokoh tersebut akan dengan cepat diterima oleh pemirsa kekhasannya.

Yang kedua, melalui nilai yang diberikan para tokoh. Misalnya dengan kopiah yang dipakai “Al Bahri” dan “Jaka”, itu juga menginformasikan nilai keyakinan agama mereka. Tasbeh yang sering digenggam tokoh Pak Haji, misalnya. Seorang tokoh yang selalu memungut benda-benda tajamdi tengah jalan (misalnya paku, duri, pecahan kaca). Tokoh yang selalu tidak mengambil uang kembalian recehan jika membeli koran, tokoh yang akan trenyuh jika melihat kucing kelaparan, dan tokoh yang selalu memberi recehan sekedarnya kepada pengemis buta. Aktivitas-aktivitas dari para tokoh seperti itu, kelihatan kecil dan terkesan sambil lalu. Tapi, jika si sutradara concern dengan apa yang ditulis oleh penulis, maka itu akan memberikan nilai-nilai yang dalam para para tokoh. Bukan mustahil para tokoh itu akan mewarnai dalam struktur dramatik cerita secara keseluruhan.

Ketiga, simbol-simbol yang membenturkan aktivitas para tokoh dengan tempat atau objek secara paralel. Misalnya, jika kita sedang menggambarkan tokoh seorang ibu yang cerewet, bisa saja ditampilkan lewat gambar seoragn ibu dengan rambut di roll dan wajah berbalut maskara dengan gambar yang lain, yaitu bebrapa ekor ayam betina yang sedang berebut makanan atau sedang ribut berkokok-kokok. Simbol yang tertangkap pada karakter si ibu, adalah seorang waita yang cerewet, sering ngegosip, dan cepat tersinggung (panasan) jika tetangganya baru ketiban rezeki. Di sini peranan editor di ruagn editing bersama sutradara dan penulis sangat penting. Dibutuhkan kerja sama yang kompak saat menghubung-hubungkan gambar-gambar audio visual itu. Jangan sampai terjadi kerancuan, karena nanti bisa amburadul.

Paling buncit, keempat, melaui tekanan visual dan alat musikal. Peran sutradaralah yang menonjol di sini. Penulis sebaiknya juga mencoba menuangkannya dalam skenario. Misalnya lewat visual, sutaradara akan menampilkan para tokoh secara close up pada beberapa bagian penting (phisik; mata, bibir, tangan)). Sedangkan musikal, cobalah sebagai penulis mulai menggali atmosphere (bunyi-bunyian alamiah) dari setiap adegan atau scene yang kita bangun. Misalnya, musik apakah yang cocok saat adegan di pekuburan (apakah bunyi petir atau terompet kematian), di hutan (bunyi cericit burung dan gemuruh air terjun).

Nah, gampang kan? Coba aja latihan.

Siapa takut!

***

FORMAT SKENARIO



Format skenario itu seperti apa, sih? Pasti bingung, ya! Memang beda-beda, kok. Untuk yang satu dan setengah jam, jelas beda. Coba aja pelototin. Pasti beda. Belum lagi yang telesinema seperti FTV (film televisi) atau telesinema (televisi sinema – format layar lebar yang di televisikan).

IKLAN
Dalam konsep industri seperti sekarang, di mana kita disodorkan fenomena para praktisi TV bisa dengan mudah meloncat dari satu TV ke TV tetangga, bahkan pergantian menejer serta direktur sudah hal biasa, tayanan sebuah sinetron nggak bisa lepas dari iklan. No iklan, ya no money. No money, ya no rating. No rating, ambruklah TV itu. Ujung-ujungnya memang duit. Dari rating yang sudah dibakukan oleh AC Nielsen (lembaga terpandang made in USA), akan kelihatan kalau sinetron itu bisa menguntungkan atau nggak, karena disukai dan ditonton pemirsa.

Apa kontribusi penulis skenario? Ya, jelas ada. Penting banget. Penulislah yang tahu banget, kapan sebuah adegan dipotong dan digantikan dengan iklan (commercial break), sehingga pemirsa “kesal” dan “kecewa”, lalu tetep stay tune di TV itu, karena nggak mau ketinggalan kelanjutan dari adegan yang terpotong iklan itu. Kalau si pemirsa memindahkan chanel lewat remote controle ke TV lain, celakalah program itu! Biasanya bagian yang dipotong iklan ini disebut cliff hanger (adegan yang dibiarkan menggantung).

BABAK
Sinetron bedurasi 30 menit (kadang bersihnya bisa 22 menit kalau standar, tapi kalau iklannya penuh bisa cuma 18 menit) format skenarionya terbagi 3 babak (act). Masing-masing babak (act) bisa terdiri dari kisar 4 sampai 6 scene (adegan). Kalau ditotal bisa berjumlah sekitar 12 - 18 scene/adegan. Tayangan iklannya ada 3 kali plus 1 kali setelah opening di awal cerita (bisa setelah credite title; nama-nama pemain dan crew produksi). Jumlah halamannya antara 16 – 25 halaman. Idealnya berkisar 20 halaman. Durasi ini biasanya cocok untuk Serial TV seperti “LUV” (RCTI), “Saras 008” (IVM) atau komedi situasi.

Durasi 60 menit sebetulnya isi ceritanya bisa saja 48 – 42 menit. Malah ada yang cuma 38 menit, karena iklannya penuh. Biasanya ini terjadi pada sinetron yang sangat digemari pemirsa dengan episode panjang. Di kita ada “Tersanjung” (IVM) dan “Si Doel Anak Sekolahan” (RCTI). , serta yang akan menyusul “da Apa dengan Cinta” (RCTI), yang sudah ikontrak RCTI sebanyak 1004 episode. Ngggak menutup kemungkinan lho, jika pemirsa remaja suka, episodenya akan diperpanjang.

Skenario 1 jam terdiri dari 5 babak (act). Setiap babaknya terdiri dari 6 – 8 scene/adegan. Kalau ditotal 30 – 40 scene/adegan. Untuk durasi 1 jam ini, kita mesti pandai-pandai membentuk plot/struktur cerita, konflik, misteri, percintaan, drama, persahabatan, komedi, tragedi, dan kejahatan menjadi satu tayangan yang menarik. Kadangkala kehidupan masa lalu para tokoh juga bisa menjadi bumbu-bumbu penyedap untuk dituangkan di skenario. Kalau telesinema bisa mencapai 9 babak/act. Durasinya mencapai 90 menit plus iklan. Isi ceritanya sih bisa 70 menitan.
Sering kita lihat di opera sabun import seperti Betty La Fea (RCTI), Melrose Place (SCTV), setiap tokohnya selalu punya alur cerita sendiri. Bayangkan, jika ada 10 okokh, berarti ada 10 cerita. Tapi kita sbagai penonton nggak bingung, karena penulis skenario denan piawainya menganyam plot-plot itu jadi sebuah jaring cerita, yang enak ditonton. Plot-plot para tokoh itu nggak pada lari sendiri, tapi justru bermuara pada benang merah atau cerita besarnya. Kalau yang setengah jam, sebaiknya jangan terlalu banyak tokohnya. Syukur-syukur cuma ada double plot. Untuk single plot, jangan dicoba, deh. ‘Ntar episodenya pendek dan pemirsa cepat bosan. Telesinema mungkin cukup sinle plot, karena hanya 1 episode saja langsung selesai. Focuskan saja konflik ceritanya kepada si tokoh utama.

Biasanya ini disebut multi plot/multi story. Di sinilah kekuatan sinertron seri berdurasi 1 jam. Semakin banyak tokohnya, maka semakin panjang harapan episodenya. Untuk “Ada Apa dengan Cinta” versi serial TV-nya, tanpa ragu-ragu RCTI mengontraknya untuk 2 tahun (104 episode), karena versi layar lebarnya sukses berat.

TEKNIK
Dalam menulis skenario, ada prosedur atau kebiasaan standar yang sudah lazim dilakukan. Biasnaya mengggunakan kertas ukuran A4 dan 1 spasi. Marjin sisi kanannya diberi ruang (sekitar 5 centimeter) untuk coretan-coretan si sutradara. Untuk dialog sebaiknya diletakkan di tengah. Penulisan scene, nama tokoh, menggunakan huruf kapital, sedangkan dialog dan deskripsi dengan hurup kecil.

Contoh yang standar seperti ini:

01. INT. RUMAH JOE, RUANG TENGAH – MALAM – H1
Pemain: Joe, ayah Joe, ibu Joe

ESTABLISHING SHOT: Rumah Joe di sebuah perumahan menengah. Berukuran sedang. Ada mobil sedan di garasi.

Joe dengan gembira melintasi ruang tengah. Dia sudah siap hendak keluar rumah. Dia masih bersiul-siul lagu Melly tadi. Ayah-ibunya ada di sana. Ayahnya membaca koran sore dan ibunya asyik nonton TV.

(Catatan penulis: Cara bicara Joe juga seperti kebanyakan cowok normal. Ayah-ibunya tetap mengira dia pria sejati!)

Joe:
Daaah, Mama! Papa Joe!
Joe mau birthday party dulu!

Ayah Joe yang sedang baca koran mendongak.

Ibu Joe:
Pulangnya jangan malam-malam, Joe!

Ayah Joe:
(Tegas) Joe! Ingat, target kamu!
Bulan depan ada seleksi buat ke Bangkok!
Papa mau kamu ikut!

Joe yang tadinya gembira berubah tegang. Joe berhenti. Dia melihat ke ayahnya. Mamanya menatap ayahnya dengan kesal.

***

Kalau melihat penulisan skenario seperti itu, ada yagn perlu kamu-kamu pahami, ya. Misalnya, penulisan nomor 01, menunjukan nomor scene/adegan. Berarti akan ada nomor 02, 03, dst…

Penulisan INT. (interior) menunjukan adegan yang berlangsung di dalam ruaangan (rumah). Kebalikannya EXT.(exterior – di luar ruangan).

RUMAH JOE mejelaskan lokasi adegan itu berlangsung secara keseluruhan. Ini diperjelas dengan pengambilan gambar ESTABLISHING SHOT. Sedangkan RUANG TENGAH dalah bagian dari lokasi kejadian, yang sedang berlangsung di dalam rumah Joe tadi.

MALAM menunjukan soal waktu dan HARI 1 memperjelas, bahwa scene ini artinya dimulai pada hari pertama. Ini akan ada kaitannya dengan kesinambungan (continuity) kostum, property (handprop-nya seperti jam tangan, topi, serta sepatu), agar terhindar dari kerancuan pemakaian kostum dan (hand) property yagn itu-itu saja. Begitu juga dengan HARI 2, HARI 3, dst…

Penulisan PEMAIN di setiap scene akan membantu sutradara dan asisten sutradara dalam menentukan ada berapa jumlah pemain di scene ini selain tokoh utama (Joe), yaitu ayah dan ibunya. Bisa saja pada saat produksi, si sutradara memasukkan figuran, yaitu pembantu rumah. Bahkan jangan kaget saat kita menontonnya, adegan dimulai denan seorang pembantu rumah yang sedang menyuguhkan minuman dan makanan kecil pada ayah-ibu Joe!

Nah, bagaimana?
Udah gregetan mau nyoba bikin?
Ayo, siapa takut!

***